Advertisemen
Majalahfokus.Net - Kabar
mencuat di dalam dunia pendidikan Jawa Timur, adanya pungutan SPP yang
dilakukan oleh pihak sekolahan SMA ataupun SMK terhadap wali murid. Yang
menjadi persoalan, dalam surat itu disebutkan bahwa jika wali murid tidak
sanggup memenuhi pernyataan membayar SPP pihak sekolah berhak memberikan sanksi
akademik kepada siswa.
Beredar surat
pernyataan kesanggupan memberi sumbangan dengan kop surat SMAN 17 Surabaya ini
mendapatkan respon, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Saiful Rachman
mengatakan, surat pernyataan tersebut kini dicabut. “Semua sudah diluruskan,
dan tidak ada sanksi apa-apa,” Ungkapnya.
Respon ini cepat diperoleh Gubernur Jawa Timur, pendekatan
dalam menarik SPP adalah people-centered. Yakni, pendekatan yang berbasis
masyarakat. Wali murid harus diajak berbicara dahulu sebelum diberlakukan
keputusan.
“Tentang adanya pembayaran SPP, di dalam
juknisnya juga tidak menyebutkan adanya sanksi dan pernyataan-pernyataan itu
tidak ada,” Ujarnya.
Beredarnya surat ber KOP SMAN 17, Bambang Agus Santoso selaku Kepala Sekolah SMAN 17 menyatakan bahwa
surat pernyataan tersebut ditulis oleh wali murid. Selain itu, isinya merupakan
pernyataan kesanggupan wali murid untuk memenuhi pembayaran SPP. Jadi, kalau
dicermati betul bunyi surat itu, sebenarnya justru orang tua yang menawarkan
hak kepada sekolah untuk memberikan sanksi akademik. ”Jadi, ini tawaran wali
murid ya. Tapi yang pasti, sekolah tak akan memberikan sanksi akademik tersebut
kepada siswa. Karena itu memang melanggar aturan,” terangnya.
Untuk
surat pernyataan, Bambang mengakui bahwa surat itu memang dibuat di sekolah
dengan alasan untuk mempersingkat waktu. Bambang menyampaikan, untuk pembayaran
SPP, sekolah memang menggunakan patokan yang sama dengan yang disepakati oleh
rapat Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS). Yakni, sekitar Rp 150 ribu setiap
bulan.
Secara
terpisah, Ali Yusa selaku Anggota Dewan Pendidikan Surabaya bereaksi dengan
adanya surat pernyataan itu, tidak ada ceritanya akademik berkaitan dengan
sumbangan wali murid. ”Itu dua hal yang berbeda,” katanya.
Jika surat pernyataan tersebut diberlakukan, itu menjadi
wujud kediktatoran sekolah. Sebab, sifatnya memaksa. Idealnya, kata dia, yang
namanya sumbangan Rp 0 pun tidak masalah. Karena itu, surat pernyataan tersebut
bisa dikategorikan sebagai pungutan liar. Apalagi disertai adanya sanksi
akademik.
Sementara itu, sebelumnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Muhadjir Effendy mengatakan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah bukan untuk
mewajibkan pungutan di sekolah.
"Permendikbud tentang Komite Sekolah dimaksudkan untuk
mendorong partisipasi masyarakat guna memajukan pendidikan. Aturan ini dibuat
untuk semakin memperjelas peran komite sekolah. Apa saja yang boleh dan tidak
boleh dilakukan, termasuk mengenai penggalangan dana pendidikan, bukan untuk
mewajibkan pungutan," ucap Menteri Muhadjir di Jakarta, Jumat, (20/1/2017).
Mengingat, Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan
dan Sumbangan Pendidikan telah mengatur pungutan dan sumbangan biaya pendidikan
pada jenjang pendidikan dasar. Disebutkan di dalamnya, pungutan dan/atau
sumbangan dalam rangka memenuhi tanggung jawab peserta didik, orang tua/wali
murid, dan/atau masyarakat haruslah berdasarkan ketentuan perundang-undangan. (Red/De/C*08)
Advertisemen